Blue Happiness ~ Part VII
PART VII
Keesokan harinya, aku mulai berjalan dengan malas ke
sekolah. Apa yang aku alami kemarin benar-benar tidak kusukai. Ingatanku akan
River seakan mulai lelah dalam pikiranku. Semalam aku tak bisa tidur gara-gara
ulah Ken itu. Sejenak apa yang ku alami dengannya seolah membuatku bersalah
sendiri pada River. Aku mulai berpikir sepertinya River bisa saja bersedih
melihatku yang seperti ini. Aku tidak bahagia karena River. River, orang yang
padahal selalu membuatku bahagia. Tapi, sekarang aku justru terus bersedih dan
tidak bahagian karenanya.
Entah sejak kapan juga, aku mulai
juga memikirkan River dan Ken secara bersamaan. Ketimbang membandingkan mereka,
aku lebih mencoba untuk mencari pembenaran atas sikapku sendiri terhadap
mereka.
Tanpa ku sadar, aku berjalan ke kelas tanpa
memperhatikan sekitarku. Aku duduk begitu saja di bangkuku. Aku terus terjebak
dalam lamunanku sendiri. Aku terjebak di antara pikiranku tentang River dan
Ken.
Brakkkk….
Ken menggebrak mejaku. Aku kaget. Ken hanya tersenyum
dihadapanku.
“Mulai hari ini, aku akan pastikan kalau kau akan
melupakan River. Aku yang akan menggantikan posisinya. Bukan hanya di dalam
hidupmu, tapi juga dalam hatimu itu. Kalau dipikir-pikir, dia itu bukan orang
yang baik untukmu kan? Bahkan setelah dia pergi pun, kau justru terpuruk dan
jadi menyedihkan seperti ini. Apakah aku salah?”
“Kau? Kau pikir kau ini siapa?”, balasku.
Aku
langsung beranjak. Aku pun mulai terisak.
Aku
menatap Ken. Air mataku mulai membasahi pipiku. Jelas terlihat raut wajah Ken
yang terlihat kaget. Sejenak aku berpikir, mungkin aku sudah berlebihan kali
ini. Tapi, siapa sebenarnya orang yang ada di depan ku ini?
“Sudahlah,
semua ini rasanya jadi percuma. Aku tidak peduli lagi. Aku sudah tidak peduli.
Siapa kamu dan apa mau mu.”, ucapku menutup pembicaraan ini.
Aku
mulai menurunkan pandanganku dari wajahnya. Aku tertunduk di hadapannya.
Perasaan malu dan takut muncul dalam hatiku. Seolah-olah aku sepertinya tak
akan sanggup mengahadapi kenyataan yang ada.
Aku
sadar Ken masih menatapku. Pandangannya kali ini mulai tenang. Sekilas aku
melihat raut wajah River dari ujung mataku. Hatiku rasanya makin kacau. Tanpa
pikir panjang aku langsung ingin ambil langkah cepat.
Namun,
tepat saat aku akan berlari. Tangan itu dengan sigap menangkap lenganku. Aku
terhenti seketika. Hatiku makin tak karuan. Dengan keberanian hati yang seolah
kubuat-buat seadanya ini, aku mencoba untuk menoleh kea rah tangan itu.
Sejenak
tapi terasa lama sekali, aku menatap tangan itu. Air mataku tiba-tiba menjadi semakin
deras. Dalam hati aku mengutuk sikapku sendiri. Dengan keberanian hati yang
seperti itu pula, aku mencoba mengalihkan mataku kea rah wajahnya.
Visual
Ken yang luar biasa memang tidak bisa ditolak begitu saja. Saat itu juga aku
menemukan senyum Ken. Untuk pertama kalinya, aku bisa melihat senyum orang lain
sepertinya, tanpa ada River di sana. Tapi, itu hanya terasa sedetik. Sedetik
kemudian aku menemukan kilasan wajah River disana.
Tapi,
tetap saja kali ini masih terasa berbeda. Karena setelah itu senyuman Ken
kembali menunjukkan visualnya yang luar biasa. Kakiku terasa gemetar. Rasanya
aku ingin pingsan saja sekarang juga.
“Kamu
mau kemana?”, tanya Ken dengan penuh senyuman.
Aku
pun jadi bingung. Apa yang harus ku lakukan sekarang? Aku mencoba mengalihkan
pandanganku ke ara h lain. Tanpa ku sadari sedari tadi, seisi kelas membeku
melihat kami berdua. Tangan Ken masih menggenggam lenganku.
Aku
langsung melepaskan genggamannya itu dengan paksa. Ku pegang erat lenganku itu.
Hufft… Keberanian hati yang seolah-olah ku buat ini, makin habis jadinya.
Hatiku mulai bergetar.
Dengan
sedikit keberanian yang tersisa ini, aku mulai memberanikan suara. Rasanya
seperti anak ayam kecil yang kehilangan induknya.
“Bukan
urusanmu.”, bentakku pelan.
Aku
pun langsung mengambil langkah seribu. Entah apa yang ada dipikiranku saat ini.
Hatiku makin kacau. Perasaanku makin campur aduk rasanya. Yang aku tahu, hanya
yang aku tahu saat ini, saat ini juga, detik ini juga, sekarang ini juga, aku
harus segera pergi dulu dari Ken.
Tapi,
tunggu dulu. Apa yang sebenarnya terjadi? Langkahku terhenti. Aku mulai
berpikir. Apa yang aku rasakan barusan? Hatiku ini kenapa? Kenapa ini? Ada apa
denganku? Apakah baru saja hatiku ini bergetar? Hatiku bergetar karena Ken?
Yang benar saja? Hah?
Komentar
Posting Komentar