Blue Happiness ~ Part II
Part II
Gerangan
apalagi yang merasuki alam pikiranku. Bagaimana mungkin derap langkah itu bisa
kembali datang? Tanpa ku sadar aku mulai terperangah dalam benakku sendiri. Air
mataku mulai bergulir. Seisi kelas mendadak menjadi hening. Hujaman tatapan
mata itu begitu menyerangku. Dada ini bahkan terasa sesak.
Aku
semakin tak tahan. Sedetik bertahan di kelas ini bak tengah berperang di
benteng terakhir. Semakin deras air mata ini semakin tajam pula hunusan tatapan
mereka. Aku sudah tak tahan lagi.
Aku
segera berlari keluar kelas. Hujan tatapan sinis menerpaku. Tapi aku tak
peduli. Hingga tanpa sadar aku menabrak seseorang di depan. Nyatanya kami
berdua sama-sama terjatuh.Cukup keras ku rasa.
Dalam
linglung ku coba untuk melihatnya. Siapakah gerangan yang telah ku tabrak tadi?
Betapa terkejutnya aku. Orang ini sungguh benar-benar mirip dengannya. Ada apa
ini? Apakah takdir telah berkata lain? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Tatapan
mata itu sama hangatnya. Raut wajahnya sama tenangnya. Garis senyumnya bahkan
sama teduhnya. Dia benar-benar seolah renkarnasi dari River. Tapi bagaimana hal
itu bisa terjadi? Bukankah renkarnasi hanyalah sebuah mitologi semata?
Sekarang
setelah semua seolah tiba-tiba kembali, apa yang harus aku lakukan? Tapi tunggu
dulu. Siapa orang ini sebenarnya? Lalu apa yang sebenarnya terjadi sekarang?
Apa kabar dengan perpisahan ku dengan River sekarang? Bagaimana mungkin ini
terjadi?
Bola
mata kami beradu. Sungguh suatu keajaiban terindah yang paling perih. Tuhan
telah menciptakan insan ini dengan cara yang sama dengan River. Kami berdua
tenggelam dalam tatapan mata.
Andai
Guru Shin tak berdeham kami pasti telah hilang. Aku tertunduk malu. Tapi jelas
ku lihat senyuman itu terjalin lembut. Uluran tangannya terjuntai untuk ku.
Dengan ragu ku terima bantuan nya untuk berdiri. Guru Shin mengajak kami masuk
kelas.
Aku
kembali ke tempat duduk ku. Guru Shin hanya bisa menatap ke arah ku dengan
heran. Ia mengomel karena anak muda zaman sekarang yang mudah rapuh karena
cinta. Hanya karena ditinggal mati sang kekasih dunia sudah seperti kiamat.
Bukankah saat ada yang bertemu berarti sama saja mereka sudah mengundang
perpisahan itu sendiri? Bukankah sudah sewajarnya maut menjemput manusia? Toh
tak ada yang tahu panjang umurnya seorang manusia.
Setelah
menyelesaikan sederet sindiran teruntuk diriku, Guru Shin mulai sadar kalau ada
orang yang telah mematung di sampingnya. Dengan bangga Guru Shin pun
memperkenalkan dirinya.
"Ku
ucapkan selamat datang atas kehadiran siswa baru di kelas ini. Silahkan
perkenalkan dirimu!", pinta Guru Shin.
"Selamat
pagi semuanya! Perkenalkan! Namaku adalah Ken. Senang bisa bertemu kalian. Aku
harap kita bisa berteman dengan baik.
Salam kenal!”, ucapnya dingin.
Aku yang tertunduk mulai menyadari bahwa sudah menjadi suratan
takdir bahwa manusia itu tercipta untuk saling berbeda satu sama lain. Ken
bukanlah River. Ken terlihat begitu dingin di awal ini. River adalah orang yang
sangat hangat bahkan ketika kau tak mengenalnya sekali pun. Senyuman yang ku
lihat tadi pastilah hanya bayanganku semata. Bayanganku yang masih belum lepas
dari River.
Aku
bersikap tak peduli. Ku alihkan pandanganku ke arah jendela. Rasanya tak peduli
apapun itu, semuanya akan jadi abu-abu. Aku mulai tenggelam dalam lamunanku.
Entah apa yang sedang kelas bicarakan. Aku tak peduli. Sungguh tak peduli.
“Poetri?
Poetri!”, panggil Guru Shin.
Lamunanku
buyar. Aku kaget. Semua sudut menatapku kasihan. Aku kaget manatap Guru Shin.
“Ken,
kamu sebangku dengan Poetri.”, suruh Guru Shin.
Seisi
kelas kaget. Apalagi aku. Aku tak mampu berkata. Aku tak berani. Ken berjalan
ke arah ku. Aku semakin bingung dengan diriku sendiri. Apa yang harus ku
lakukan?
Ken
menarik kursinya. Aku langsung berdiri.
“Tapi,
Pak. Ini kan tempat duduknya…”, ucapku.
“Tolong,
segera hentikan ini. Ini tidak baik untukmu. Sungguh. Jadi, tolong berhentilah.
Biarkan River tenang, ya.”, potong Guru Shin lembut.
Aku
terdiam. Tertunduk. Kembali duduk tanpa bersua. Aku tak peduli dengan Ken. Ken
pun tak peduli denganku. Aku bersyukur karenanya. Tapi, tanpa disadari oleh
siapapun, disinilah kisah nya dimulai.
Komentar
Posting Komentar