Blue Happiness ~ Part V


Part V
Bukankah kopi itu memang terasa pahit? Bukankah dalam hidup mungkin juga begitu? Kalau begitu kenapa kau tidak membiarkanku menikmatinya saja?”, ucap Ken.

       Saat itu juga aku menghentikan langkahku di ambang pintu. Aku terdiam dan tertunduk. Ken melewatiku begitu saja. Aku ingat hari itu. Pertama kali kami bertemu.

~Flash back…

          Aku mencari River. Suster bilang tadi River ingin pergi ke taman. Tapi sekarang sedang panas-panas nya. Notifikasi di hp ku menunjukkan 33 derajat celcius panasnya. Tidak mungkin orang seperti dia mau keluar di saat seperti ini. 

            Di halaman rumah sakit tidak ada. Di lorong-lorong rumah sakit di sekitar kamarnya juga tidak ada. Aku sudah tidak sabar ingin menunjukkan ini padanya. Lagipula River tak akan suka kalau kopi kalengnya tak dingin. 

            Hingga sore aku tak juga menemukkannya. Aku sampai lelah sendiri. Aku pun menunggu River di ruang tunggu dekat kamarnya. Aku sampai ketiduran sesaat. 

            Saat aku bangun ruangan ini jadi sepi. Hanya ada suster dan satpam yang sedang berjaga. Aku melihat jam. Sekarang sudah pukul 7 malam. River pasti sedang diperiksa oleh dokter spesialis. Setidaknya itu yang ia katakan kemarin.

            Tanpa sengaja aku melihat pasien lain sedang menatap ke arah tembok kaca. Hujan tiba-tiba mulai turun diikuti suara petir. Aku sadar dua kaleng kopi ini masih ada padaku. 

            Aku pun menghampirinya. Aku tidak sengaja melihat wajahnya basah karena air mata. Aku mulai mengurungkan niatku. Tapi, kan sayang kopinya. Aku pun dengan hati-hati meletakkan sekaleng kopi itu di sampingnya.

            “Kau siapa?”, tanyanya.

            “Ha?”, aku jadi kikuk.

            “Kau? Kau siapa?”, tanyanya lagi. Tapi kali ini ia melihat padaku.

            Aku tak sengaja melihat gelang identitasnya. Kamarnya bersebelahan dengan kamar River. Aku tersenyum padanya. Tiba-tiba suara petir mengagetkan kami. Aku pun tersenyum malu karena reaksi kagetku.

            Aku pun mengulurkan tanganku dan memperkenalkan diri.

            “Aku Poetri. Kamarku sebelahan sama kamarnya River. Kenal River?”, jawabku dengan penuh senyuman.

            “Kenal.”, balasnya dingin.

            Aku malah jadi kikuk ditambah bingung harus bagaimana. 

            “Maaf, tadi aku gak sengaja lihat kamu nangis. Silahkan minum kopinya! Memang sudah gak dingin, sih. Tapi bisa diminum kok.”, balasku kikuk.

           Dia sudah tak memperhatikanku. Dia malah mengacuhkanku. Aku jadi bingung sendiri. 

“You’re my destiny geudaen
You’re my destiny geudaen
You’re my everything
geudaeman bomyeonseo
ireoge sorieobsi bulleobobnida
You’re the one my love geudaen
You’re the one my love geudaen
You’re my delight of all
geudaeneun yeongwonhan naui sarangijyo”

            Hp ku berdering. Ada nama River disana sedang memanggil. Aku pun menutup pertemuan ini.

          “Bukankah kopi itu memang terasa pahit? Bukankah dalam hidup mungkin juga begitu? Kalau begitu kenapa kau tidak membiarkan dirimu menikmatinya saja”, tutupku dengan tersenyum. 

            Aku mengambil kopi itu dan menaruhnya di genggaman tangannya. Aku pun berlalu meninggalkannya. Hp ku masih terus berdering. Seterlah keluar dari ruangan itu aku baru mengangkatnya. Terdengar suara River di telpon, tapi aku juga mendengar suara teriakan isak tangis dan petir secara bersamaan. 

Aku langsung menoleh ke belakang ke arah ruang tunggu itu. Aku melihat suster dan satpam jaga berlari ke arah pasien itu. Suster jaga yang lain tiba-tiba sibuk menelpon. Suara bel darurat pasien mendadak berbunyi. Sejumlah dokter dan pasien berlari melewatiku. Berlari ke arah pasien itu. 

Tanpa ku sadar untuk pertama kalinya aku mengabaikan River untuk orang lain yang tak ku kenal. Aku tidak sadar kalau River sampai menutup telpon nya dan menelpon ku lagi. Hp ku kembali berdering.

“You’re my destiny geudaen
You’re my destiny geudaen
You’re my everything
geudaeman bomyeonseo
ireoge sorieobsi bulleobobnida
You’re the one my love geudaen
You’re the one my love geudaen
You’re my delight of all
geudaeneun yeongwonhan naui sarangijyo”

Aku tak peduli dengan itu. Aku hanya bisa melihat pasien itu dibawa pergi dengan perasaan penuh kekhawatiran. Mereka melewatiku begitu saja.

            Tanpa ku sadar aku masih terus memperhatikan mereka bahkan hingga mereka berlalu. Tanpa ku sadar River sudah ada dihadapanku. Ia memandangku heran dan masih menelponku. Tanpa ku sadar aku masih menempatkan hp ku pada telingaku. Tanpa ku sadar River pun mengambilnya. Aku masih tidak sadar. 

            River mulai memanggil namaku. Tapi aku masih tak peduli padanya. Ia terus memanggil namaku. Tapi aku terus mengacuhkannya. Ia pun memalingkan wajahku tepat dihadapan wajahnya. Ia mendekatkan wajahnya padaku.

            Aku baru sadar kalau ada River disini. 

            “Ada apa?”, tanyanya manis.

            Aku pun membalas senyum manisnya.

            “Tadi, itu siapa ya?”, tanyaku lembut.

            Tiba-tiba saja senyum itu hilang pada River. Aku hanya bisa tersenyum bingung. River hanya terdiam. Ia pun menatap ke arah dimana pasien itu dibawa pergi. Aku pun mengikutinya. Ia kembali menatapku. Tapi kali ini berbeda. Ada yang beda. Aku tahu itu. Tapi, aku hanya bisa tersenyum bingung lagi. Ia pun kembali menatap ke arah itu. Aku mengikutinya lagi.

            “Ada apa? “, tanyaku heran.

            Tapi, River hanya menjawabku dengan senyuman yang dipaksa.

            Aku tahu ada pasti ada sesuatu. Tapi, ada apa dengan River? Kenapa dia seperti ini?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Mirror of Sky Castle

방탄소년단 | BTS | FILM OUT [SONG LYRICS]

Cover|KUN, CHENLE - free love (HONNE) [SONG LYRICS]