Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

Blue Happiness ~ Part XI (END)

Gambar
Part XI ~END Aku dan Ken tertunduk dan terdiam. Guru Shin menatap kami dengan sedikit gusar. Aku sadar apa yang baru saja ku lakukan, berlari di lorong bukanlah sesuatu hal yang bagus. “Poetry?”, tanya Guru Shin. “Iya, tidak seharusnya berlarian di lorong seperti tadi.”, jawabku pelan.             “Setidaknya kalian tahu kesalahan kalian. Sekarang kalian kembali ke kelas.”, tutup Guru Shin.             Kami kembali ke kelas. Aku masih terdiam. Jujur, aku malu. Ken melirik ku sesaat. Aku tahu dia juga mungkin sedang bingung harus berbuat apa.             “Hmnnn, jadi sekarang kita boleh berteman?”, tanya Ken hati-hati.             “Terserah.”, jawabku.             Aku memalingkan wajahku dengan malu. Sejenak hatiku terasa merekah. Sekilas aku tahu Ken sedang mencuri senyum kecil bahagianya. Aku bersyukur semua drama sendu ini sudah berakhir. Aku mulai bisa menerima kenyataan ini. River memang tak lagi bisa menemaniku. Tapi semua kenangan tentangnya akan terus a

Blue Happiness ~ Part VIII

Gambar
Part VIII Rasanya aku ingin segera berlari sekencang-kencangnya. Lari dari semua kenyataan ini. Aku benar-benar ingin lari dari semua ini. Tanpa ku sadar langkahku mulai bergerak. Aku benar-benar lari sekarang. Suara derap sepatuku membuat seisi lorong sekolah menjadi berisik. Teriakan murid lain bahkan para guru yang memanggilku dengan keras hanya terdengar lirih di telingaku. Entah apa yang merasuki ku. Aku benar-benar merasa kacau. Puluhan anak tangga ku turuni dengan cepat. Hembusan angin di taman sekolah bahkan terasa amat berat. Tangisanku mulai terisak. Air mataku mulai berjatuhan. Aku sadar. Aku menangis. Pelarianku pun terhenti. Aku berhenti tepat di halaman belakang sekolah. Aku berjalan pelan menuju sudut halaman ini. Aku pun langsung duduk dan menangis sekeras-kerasnya. Berbagai pikiran berkecamuk dalam hatiku. Ada apa dengan aku ini? Memangnya Ken itu siapa? Kenapa dia bisa menggetarkan hatiku? Bahkan saat bersama River pun hati ini tak pernah bergetar sehe

Blue Happiness ~ Part VII

Gambar
PART VII             Keesokan harinya, aku mulai berjalan dengan malas ke sekolah. Apa yang aku alami kemarin benar-benar tidak kusukai. Ingatanku akan River seakan mulai lelah dalam pikiranku. Semalam aku tak bisa tidur gara-gara ulah Ken itu. Sejenak apa yang ku alami dengannya seolah membuatku bersalah sendiri pada River. Aku mulai berpikir sepertinya River bisa saja bersedih melihatku yang seperti ini. Aku tidak bahagia karena River. River, orang yang padahal selalu membuatku bahagia. Tapi, sekarang aku justru terus bersedih dan tidak bahagian karenanya.             Entah sejak kapan juga, aku mulai juga memikirkan River dan Ken secara bersamaan. Ketimbang membandingkan mereka, aku lebih mencoba untuk mencari pembenaran atas sikapku sendiri terhadap mereka.             Tanpa ku sadar, aku berjalan ke kelas tanpa memperhatikan sekitarku. Aku duduk begitu saja di bangkuku. Aku terus terjebak dalam lamunanku sendiri. Aku terjebak di antara pikiranku tentang River dan Ken.

Blue Happiness ~ Part VI

Gambar
Part VI             Sayangnya, malam itu aku hanya melewatkan keherananku begitu saja. Aku tak peduli dengan yang lain. Selama River masih berada disampingku. Semua sudah terasa cukup bagiku. Tapi, malam itu menjadi malam terakhir untukku melihatnya.             Matahari telah bersinar cerah. Aku menunggu River di taman dekat rumah sakit. Pagi ini terasa begitu tenang. Tapi, aku tidar sadar ini akan menjadi pagi terakhir bagi River.             Dari kejauhan aku melihat River. Aku hendak memanggilnya. Tapi, sepertinya ada yang lain. River berjalan ke arah yang lain. Aku pun merasa heran. Aku putuskan untuk mengikutinya secara diam-diam.             River terus berjalan ke arah ujung taman ini. Ia bersikap seolah ada sesuatu. Tapi, bahkan aku tidak tahu itu. Hingga akhirnya kami sampai di sudut lain taman ini. Aku merasa semakin ada yang aneh.             Tiba-tiba saja dari sudut lain, anak laki-laki yang kemarin itu muncul. River dan dia sama-sama terlihat gelisah.

Blue Happiness ~ Part V

Gambar
Part V Bukankah kopi itu memang terasa pahit? Bukankah dalam hidup mungkin juga begitu? Kalau begitu kenapa kau tidak membiarkanku menikmatinya saja?”, ucap Ken.        Saat itu juga aku menghentikan langkahku di ambang pintu. Aku terdiam dan tertunduk. Ken melewatiku begitu saja. Aku ingat hari itu. Pertama kali kami bertemu. ~Flash back…           Aku mencari River. Suster bilang tadi River ingin pergi ke taman. Tapi sekarang sedang panas-panas nya. Notifikasi di hp ku menunjukkan 33 derajat celcius panasnya. Tidak mungkin orang seperti dia mau keluar di saat seperti ini.              Di halaman rumah sakit tidak ada. Di lorong-lorong rumah sakit di sekitar kamarnya juga tidak ada. Aku sudah tidak sabar ingin menunjukkan ini padanya. Lagipula River tak akan suka kalau kopi kalengnya tak dingin.              Hingga sore aku tak juga menemukkannya. Aku sampai lelah sendiri. Aku pun menunggu River di ruang tunggu dekat kamarnya. Aku sampai ketiduran sesaat. 

Blue Happiness ~ Part IV

Gambar
Part IV “Kau? Kau pikir kau ini siapa?”, balasku curiga. “Apa yang kau katakan?”, tanyanya angkuh. “Kenapa kau mengatakan itu?”, tanyaku balik. “Mengatakan apa?”, tanya balik. Aku menghembus kesal. Semua diam. Dalam hati aku mengutuk diriku sendiri. Orang yang memberi kopi ini, aku tak kenal. Lebih baik tak perlu saling peduli. Ini hanya akan jadi permainan menjengkelkan. Ruang seolah tak dilalui angin. Kopi dan pahitnya seolah membawaku berlalu. Senyum angkuhnya merekah dalam wajah tampannya. Sekilas bayangan River berhembus di wajahnya. Ken pun mengakhiri situasi aneh ini. Ia hanya terseyum sinis lalu pergi. Aku hanya mampu menatapnya berlalu dalam kesalku. Akhirnya, hari pertama yang tak kuharap berakhir juga. Mendung. Lagi. Semangat dari kawan tak terbendung. Tapi tetap saja langit jadi mendung. Aku kembali melamun. Lagi. Ken menegurku. Aku tak peduli. Kelas sudah kosong. Aku masih diam. Ken juga. Tapi aku tak peduli. Pandanganku beralih ke jendela. La

Blue Happiness ~ Part III

Gambar
Part III Bagi setiap orang yang pernah menerima arti sebuah perpisahan, kata pisah itu bisa menjadi kenangan pahit. Tapi bagaimana denganku? Yang bahkan tak menerima kata pisah itu sendiri. Entah apa yang merasuki batinku, aku seperti hembusan angin yang sekedar berhembus tiada arti. Aku akhiri lamunanku. Suara gemeretak tangan Ken menggangguku. Aku terdiam sesaat. Meliriknya kesal. Aku tak peduli padanya dan ku harap ia pun juga tak akan melihat ke arah ku. Sayangnya, takdir berkata lain. Guru Shin memintaku membantunya beradaptasi di sekolah ini. Lebih tepatnya, aku akan menjadi pemandu wisata Ken di sekolah ini. Seisi kelas terdiam tak percaya. Bagaimana bisa Guru Shin memintaku melakukan ini. “Maaf, Pak! Tapi, Poetri pun masih kurang baik hari ini. Lagipula, Ken ini siapa? Kurasa dia bukan seseorang yang sulit beradaptasi.”, sindir Jenny. “Jenny, setiap murid di kelas ini adalah tanggung jawabku. Adalah merupakan tugasku untuk melakukan apapun yang terbaik untuk