Story~ 東京 は 私 の 愛 を与え た Tōkyō wa watashi no ai o ataeta (Tokyo Memberikan Cintaku)
東京
は 私 の 愛 を与え た
Tōkyō
wa watashi no ai o ataeta
(Tokyo
Memberikan Cintaku)
“Angel!
Ayo cepetan dong! Kita bisa telat ke sekolah nanti! Kamu ngapain aja sih?!”,
teriak Ken.
“Iya!
Iya! Cerewet banget sih kamu! Namanya juga cewek ya pasti dandan lah! Lagian
aku kan harus tetep tampil cantik!”, sahutku keluar rumah.
Aku
dan Ken sudah bersahabat sejak kecil. Kami selalu bersekolah di sekolah yang
sama dan kemana pun bersama. Gak heran kalau ada yang bilang kami berpacaran
sejak kami SD. Alhasil, banyak kisah cinta monyet yang terlewatkan begitu saja.
Jalanan
kota Surabaya selalu terlihat teduh di mataku. Jajaran taman kota dan tanaman
penghias jalan – jalan besar maupun hamparan hijau di pinggir jalan tol selalu
terlihat tenang. Gedung – gedung pencakar langit dan deretan mall megah
penyuguh kesibukan dan hiburan ala dunia modern tak menyurutkan hijaunya kota
pahlawan.
Sejarah
keberanian arek – arek Surabaya tersenyum lembut memeluk langit kota
kelahiranku. Roda mobil terus melaju. Kami sampai di depan SMK Negeri 4
Surabaya. Meski berjudul kota metropolitan kedua setelah Jakarta, Surabaya
masih banyak menyimpan segudang bangunan bersejarah. Salah satunya ya gedung
sekolahku ini.
Kami
bergegas masuk ke kelas. Untunglah bel baru berbunyi setelah kami duduk di
kelas. Kami berdua selalu sebangku. Bangku paling depan. Di depan meja guru. Tak
terasa jarum jam berputar dengan cepatnya. Hari terakhir bersekolah di awal
minggu ini telah berakhir. Esok libur sudah menanti.
“Eh!
Kamu udah siap – siap kan? Aku gak mau kita ketinggalan pesawat cuma gara –
gara nunggu kamu dandan! Ngerti?”, ucap Ken ketus.
“Iya!
Iya! Semua sudah siap kok! Tenang aja!”, jawabku tak kalah ketus.
Liburan
kali ini akan kita berdua habiskan di negeri senyuman sakura. Awalnya, kita gak
berdua aja kok. Niatnya, mau pergi bareng keluarga. Tapi lagi – lagi pekerjaan
jadi alasan utama mereka.
Angin
lembut menyapa kami. Kami lebih memilih penerbangan pagi supaya saat sampai di
sana kami bisa langsung istirahat. Ada tiga penerbangan yang menyediakan
penerbangan langsung, diantaranya All Nippon Airways, Garuda Indonesia, dan Maskapai Japan Airlines.
Sebagai warga Indonesia kita kan harus ACI? Aku Cinta Indonesia jadi harus
pilih Garuda Indonesia. Hahaha… Sok banget sih kamu, Angel!
Bandara
Juanda dipenuhi hilir mudik dan lalu lalang. Kami masuk ke dalam pesawat dan
berada di tempat duduk VIP. Alhasil, 7 – 8 jam berlalu tanpa terasa.
Kami
tiba di Tokyo. Bulan April ini kami disambut indahnya pesona bunga sakura yang
sedang bermekaran. Bertempat di salah satu hotel ternama di jantung kota Tokyo
kami menginap. Hari ini kami akan istirahat sepenuhnya. Menyiapkan semua tenaga
untuk menikmati one million unforgettable moments with Tokyo.
Jarum
jam menunjukkan pukul 7 waktu Tokyo. Aku baru terbangun dari tidur. Gemuruh bel
pintu kamar hotelku membangunkanku. Smartphoneku berdering keras. Ken.
“Angel!
Ayo, buruan bangun! Kamu cewek apa kebo sih? Jam segini baru bangun! Aku tunggu
15 menit lagi! Kalau kamu masih belum siap juga, siap – siap saja liburanmu ini
kamu bakalan sendirian. Silahkan menikmati indahnya Jepang seorang diri tanpa
siapa pun yang kau kenal!”, serbu Ken ketus.
Aku
hanya bisa kesal melihat tingkahnya yang mulai sok itu. 15 menit berlalu. Ku
buka pintu kamar hotel dengan malas.
“Oh
My God!”, teriakku.
Ken
berdiri mematung sambil menundukkan kepala tepat di depan pintu. Ia tertawa
senang. Aku langsung cemberut melihatnya. Tawanya pun semakin meledak. Dengan
pelan ku pukul lengannya. Ku berjalan lebih dulu menuju lift. Ken masih terus
tertawa di belakangku. Kesalnya, di dalam lift ia masih terus berusaha
menertawakanku.
Hari ini kami akan langsung sarapan di luar hotel. Tujuannya adalah Chawan
Mushi. Makanan ini terbuat dari telur yang diberi bumbu dashi dan telah menjadi sarapan khas Jepang. Makanan ini mirip dengan bubur yang biasanya
disajikan dengan potongan daging ayam dan jamur shitake. Chawan Mushi dikukus
dalam mangkuk individual dan biasanya disajikan utuh dalam cangkang telurnya
sendiri. Minumannya tentu saja Ocha, teh hijau khas Nippon.
Tokyo
adalah kota yang tak pernah tidur. Meskipun begitu sibuknya bukan berarti Tokyo
tak terlihat cantik. Setelah sarapan kami ingin mengunjungi Chidorigafuchi. Tempat
ini sangat indah. Ini adalah semacam tempat jalan – jalan yang dilengkapi
dengan sungai kecil tapi cukup panjang. Di sini ada sekitar 250 pohon sakura
yang sedang bermekaran sekarang. Kebayangkan betapa romantisnya tempat ini. Aku
sampai bengong sendiri.
“Angel!
Ngelamun aja!”, gertak Ken.
Aku
cukup terkejut. Tapi walaupun begitu aku tetap saja diam. Tidak memperdulikan
Ken. Diam melihat surga dunia di hadapanku ini.
“Coba!
Bayangkan kalau kita tinggal di Jepang? Sukses di Jepang sebagai orang
Indonesia? Keren kan?”, ujar Ken.
Aku
hanya mengangguk sambil terus terdiam menikmati sekitar.
“Kita naik itu, yuk!”, ajakku sambil menunjuk
perahu – perahu kecil yang ada di pinggir sungai. Tanpa menunggu jawaban Ken.
Aku langsung menarik tangannya. Mengajaknya berlari lebih tepatnya.
Suasana
di atas perahu menjadi lebih romantis. Kami menikmati hamparan pohon sakura di
kiri kanan sungai. Mata kami bertemu. Jantungku berdetak kencang. Ada apa ini?
Detik – detik yang mungkin tak seharusnyakah?
Kami
pun tersadar. Suasana mendadak canggung. Kami memutuskan untuk menepi saja. Situasi
ini pun terus berlanjut hingga makan siang. Menu bento berbentuk panda di
restoran yang ramai ini pun seolah tersenyum mengejek.
Perjalanan
hari ini tetap kami lanjutkan. Kami mengunjungi Akihabara. Suasana mulai
mencair dengan sendirinya. Sebagai sesama pencinta manga-anime kami tak mungkin
saling berdiam diri dalam situasi canggung dan aneh. Ken adalah salah satu penggemar
berat One Piece. Sedangkan aku adalah penggemar berat Tokyo Mew Mew. Meskipun
berbeda jauh, kami ada satu favorit yang sama. Vampire Knight.
Tak
terasa sore mulai menjelang. Kami putuskan pulang ke hotel. Karena terlalu
lelah kami tidak ingin makan malam. Istirahat seolah menjadi pilihan terbaik.
Esok
pagi telah tersenyum. Hari ini kami akan mengunjungi Disneyland Tokyo. Letaknya ada di
Urayasu, Prefektur Chiba. Tempat wisata ini luas sekali. Luasnya kurang lebih
465.000 m2. Hebatnya lagi ini adalah Disneyland pertama yang
dibangun di luar Amerika Serikat. Sehari pun pasti tak akan cukup untuk mencoba
semua wahana di tempat ini.
Meski belum puas berkeliling kami
putuskan untuk pergi ke DisneySea Tokyo. Bedanya disini kami disuguhi dengan kecantikan
wahana air. Petualangan wahana air ini benar – benar menakjubkan. Tapi tak
terasa sore mulai menjelang lagi. Kami menutup hari ini dengan seporsi sushi di
restoran hotel.
Suasana
terasa biasa saja pada awalnya sampai restoran ini mengalunkan lagu Shoujo
Jidai, All My Love For You. Mata kembali bertemu. Jantung malah seolah berhenti
berdetak. Waktu seolah sedang berhenti agar moment ini tak berakhir. Cukup lama
kami seperti ini sampai lagu berganti. Kami terkejut. Suasana kembali canggung.
Kami kikuk sendiri. Lagu milik AKB48 dengan judul Flying Get menghentak moment
ini.
Entah
apa yang ada di pikiran Ken. Karena yang jelas semua ini seolah bukan kebetulan
semata. Ini yang kedua kalinya. Kami tak pernah seperti ini sebelumnya. Harus
ku akui aku memang menyimpan rasa pada Ken. Tapi aku tak ingin mengatakannya.
Aku tak ingin semua berubah hanya karena getaran ini. Bagaimana dengan Ken?
Apakah ia juga merasakan hal yang sama?
***
Seharian
ini kami hanya ingin istirahat. Bahkan kami tidak saling bertemu. Makan pun
dengan delivery service. Malam
menyelimuti Tokyo. Tapi tetap saja Tokyo terlihat gemerlap. Dari jendela hotel
ini Tokyo terlihat sangat besar. Penuh sinar. Tapi indah.
Lamunanku
pun dimulai. Ken. Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana kalau Ken merasakan
debaran jantungku atau bahkan tahu jantungku yang seolah berhenti berdetak?
Pikiranku pun menjadi kacau. Dalam hati ku berpikir tidak bisakah rasa ini
seperti ini menjadi seperti Tokyo? Meski rasa ini tak pernah tidur tapi ia
tetap bisa terlihat cantik dengan caranya sendiri.
Bel
pintu berbunyi. Itu Ken. Ia mengajakku untuk pergi keluar. Awalnya aku menolak
tapi ia memohon. Dengan halus?! Sebentar! Kenapa ia jadi aneh begitu ya?
Biasanya ia akan mulai mengejekku kalau tak menurutinya. Tapi ini tidak. Ia
malah terlihat kikuk. Saat ku tanya mau pergi ke mana ia malah merengek untuk
ikut saja. Alhasil, aku menuruti inginnya.
Sekarang
selama perjalanan ia malah hanya diam. Saat ku tanya ada apa ia hanya
menggeleng. Aku mulai curiga. Ini bukan Ken. Pasti ada sesuatu. Tapi apa ya?
Kami
telah sampai. Tapi apa ini? Ini kan Tokyo Tower. Cantik dan bersinar. Tapi
kenapa Ken jadi berubah aneh kalau hanya untuk mengajakku kemari? Sekarang tiba
– tiba ia pergi begitu saja. Hanya satu pesannya. “Tunggu aku disini!” Padahal
aku belum sempat mengatakan apapun. Tapi ia sudah melesat dengan seenaknya. Ya
sudahlah! Mau bagaimana lagi? Awas saja kalau ia sedang mengerjaiku!
Tokyo
Tower ini dilihat dari arah manapun tetap terlihat hebat. Padahal ini adalah
menara pemancar TV dan radio dengan tinggi 332,6 meter. Menara ini pun telah
menjadi maskot kebanggaan kota Tokyo.
30
menit hampir berlalu. Tak ada tanda – tanda Ken akan kembali. Aku mulai putus
asa. Aku mencoba menelponnya tak ada jawaban. Ku sms tak ada balasan. Apa yang
sebenarnya dia lakukan? Ku lihat Tokyo Tower ini dengan sedikit kesal.
“Apa
yang sebenarnya ia lakukan, Tokyo Tower?”, ucapku kesal.
30
menit benar – benar berlalu. Aku menyerah. Pandanganku sama sekali tak lepas
dari Tokyo Tower. Hatiku terus menanyakan pertanyaan yang sama padanya. Hingga
ku dengar ada yang memanggil namaku.
“Angel.”,
ujar suara itu lembut.
Aku
berpaling ke arah suara itu. Aku berpaling dengan tersenyum. Senyuman
menghilang. Ken. Seikat mawar merah tergenggam erat di tangannya. Ia terlihat
gugup. Aku terdiam.
Waktu
seolah tengah menghentikan detiknya. Sinar Tokyo Tower seolah tengah menjadi
lampu sorot panggung ke arah kami. Langit Tokyo seolah tersenyum dengan tegang
melihat ini. Hatiku tak karuan. Ada apa ini? Aku tertunduk. Tetap diam.
Ku
lihat Ken mulai melangkah. Perlahan tapi penuh keteguhan. Detik ini ia telah
tiba tepat di hadapanku. Aku tak bergerak. Sepertinya ia tersenyum malu padaku.
Tangan kanannya meraih tanganku. Perlahan ku beranikan diri menatap ke arahnya.
Seutas senyum lembut menghiasi bibirnya.
“Angel!
Persahabatan itu memang indah. Banyak orang yang lebih memilih tetap bersahabat
ketika salah satu dari mereka cintanya tak berbalas. Tetap begitu meski pada
akhirnya orang yang jatuh cinta pada sahabatnya itu akan lebih semakin terluka
lagi. Tapi kau tahu aku kan? Aku tak akan seperti itu. Bila hari ini kau
menolakku di Tokyo, maka aku masih bisa membuatmu menerima cintaku di tempat
lain. Entah itu di Surabaya, di Jakarta, Bali, Seoul, Beijing, Hongkong, LA,
Paris, London atau di kota manapun itu di dunia ini. Aku tak akan pernah
berhenti mengejarmu. Sekarang tolong jawab aku! Apakah persahabatan ini bisa
menjadi lebih? Kalau kau ragu kau bisa langsung menolakku. Aku tak mau menunggu
begitu saja. Lebih baik kau menolakku lalu aku mengejarmu. Jadi, apa isi hatimu
itu aku?”, terangnya penuh kelembutan.
Aku
terkejut. Hatiku seolah tengah melesat kepuncak Gunung Fuji. Aku langsung
tersenyum manis di hadapannya. Ken mulai bingung. Aku mulai tertawa geli.
“Would
you be my girlfriend, My Angel?”, tanyanya hati – hati.
Aku
berusaha mengendalikan apa yang sedang ku rasakan. Setelah tawaku reda aku
kembali tersenyum untuk Ken.
“Sure,
I will.”, jawabku singkat.
Tanpa
banyak bicara ia pun langsung memelukku erat. Aku sampai sulit bernafas.
Menyadari hal itu ia langsung melepaskan pelukannya. Tersenyum penuh
kebahagiaan di depanku. Diberikanlah bunga mawar itu padaku.
“Sekarang
kita kan udah resmi pacaran. So, we should celebrate it! Kita akan menutup
malam indah ini dengan pergi keliling. Dari Tokyo Tower ini terus ke Rainbow
Bridge terus habis itu kita nyasar ke kawasan belanja Ginza. How?”, pinta Ken
penuh semangat.
“Okidoki,
Mister!”, jawabku tak kalah semangat.
Kami
berdua pun tertawa.
THE END
Komentar
Posting Komentar