The Inflation and The Hyper of Inflation
The Inflation and
The Hyper of Inflation
“Sudahkah
kita memahami dengan baik tentang apa yang disebut inflasi dan bagaimana bila
hiperinflasi itu terjadi? Serta
bagaimana pentingnya kestabilan harga bagi kondisi perekonomian?”
Alangkah
baiknya apabila sebagai mahasiswa ekonomi ataupun sebagai bagian dari
masyarakat, kita bisa memahami dengan baik mengenai hal-hal tersebut di atas.
Oleh karena itu, mari kita coba bahas bersama melalui pembahasan berikut.
Dilansir
melalui website resmi Bank Indonesia, secara sederhana inflasi diartikan
sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga
dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila
kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Indikator yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari
waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat. Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan
atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang
dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan
modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Lalu, apa
hubungannya antara inflasi dan hiperinflasi? Hiperinflasi adalah salah satu
jenis inflasi berdasarkan sifatnya. Dimana inflasi yang terjadi sangat besar
dan mencapai lebih dari 100% dalam satu tahun. Hiperinflais ini biasanya
terjadi karena adanya peningkatan persediaan uang atau perubahan sistem mata
uang secara drastis. Biasanya hiperinflasi akan dikaitkan dengan beberapa
peristiwa seperti terjadinya perang, depresi ekonomi, dan tidak stabilnya
kondisi politik atau sosial dari suatu negara.
Sebenarnya,
apabila suatu negara mengalami hiperinlflasi, itu bukan dikarenakan negara
tersebut tidak bisa mengatasinya melalui kebijakan moneter. Akan tetapi, hal
tersebut juga bisa dikarenakan negara tersebut sedang mencetak uang sebagai
salah satu cara untuk membiayai pengeluarannya.
Indonesia
pun juga pernah mengalami hiperinflasi. Dimana hiperinflasi mencapai 600% di
tahun 1998. Sedangkan, untuk contoh lainnya adalah Zimbabwe. Zimbabwe pernah
mengalami inflasi terbesar kedua dalam sejarah pada bulan Maret 2007 hingga
bulan November 2008. Dimana tingkat inflasi harian di negara tersebut mencapai
hingga 98%. Hal ini mengakibatkan harga mampu berubah menjadi dua kali lipat setiap
25jam. Hiperinflasi di Zimbabwe diawali dengan penurunan griding panjang dalam
output ekonomi yang mengikuti reformasi Robert Mugabe pada tahun 2000 hingga
2001. Ini adalah kondisi dimana tanah diambil alih yang sebagian besar dari
petani kulit putih dan didistribusikan kepada penduduk mayoritas berkulit
hitam. Hal ini kemudian menyebabkan jatuhnya 50% dalam output selama sembilan
tahun berikutnya. Terdapatnya reformasi sosialis dan keterlibatan mahal di
dalam perang sipil Kongo yang menyebabkan pengeluaran anggaran pemerintah
menjadi defisit. Kemudian juga pada saat yang sama, jumlah penduduk Zimbabwe
menurun karena sebagian besar penduduk meninggalkan negara tersebut. Kedua
faktor yang berlawanan, dimana peningkatan pengeluaran pemerintah dan penurunan
basis pajak menyebabkan pemerintah monetisasi defisit fiskal.
Berdasarkan
contoh tersebut, dapat kita simpulkan betapa pentingnya kestabilan harga.
Dilansir melalui website resmi Bank Indonesia, kestabilan inflasi merupakan
prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya
memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan
tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
Demikianlah,
yang bisa kita bahas bersama kali ini. Mari bersikap lebih bijak dalam
melakukan setiap kegiatan ekonomi! ^^
#IndonesiaKerjaKerjaKerja
Sumber
:
Komentar
Posting Komentar